Ditengah-tengah Kelangkaan, Dua Perusahaan Ekspor Minyak Goreng

Kabar terkini- Indonesia sedang diramaikan dengan krisis minyak goreng yang sedang langka di mana-mana. Bahkan, hal ini sampai pada ranah politik, di mana Ibas Yudhoyono tiba-tiba muncul dengan membagi-bagikan minyak goreng di Jawa Timur yang menimbulkan pertanyaan besar bagi warga Indonesia.

Selain itu, Kejagung baru saja mengungkapkan dua oknum perusahaan yang tetap melakukan ekspor minyak goreng meskipun tak memenuhi syarat. Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Fasilitas Ekspor Minyak Goreng Tahun 2021-2022.

Kejagung menemukan sejumlah perbuatan yang berkaitan dengan dikeluarkannya persetujuan ekspor (PE) kepada eksportir yang tak memenuhi syarat Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Dikeluarkannya Persetujuan Ekspor (PE) kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya, karena tidak memenuhi syarat DMO-DPO.

Minyak Goreng Langka 

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan ada dua perusahaan yang diduga terkait dugaan korupsi yang tengah disidik, yakni PT OI dan PT IS. Kedua perusahaan itu disebutkan tetap mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan RI, meski tak memenuhi syarat.

Adapun Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia yang menemukan dua perusahaan yang tidak memenuhi syarat tetapi tetap mendapat izin melakukan ekspor minyak goreng. Kedua perusahaan yang mendapatkan persetujuan ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan yakni PT OI dan PT IS.

Dikeluarkannya persetujuan ekspor (PE) kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya, karena tidak memenuhi syarat DMO (Domestic Market Obligation)-DPO (Domestic Price Obligation). Selanjutnya, Ketut mengatakan, temuan perbuatan melanggar hukum itu didapat dari hasil penyelidikan.

Dia menjelaskan, kedua perusahaan itu tidak mengikuti pemenuhan kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO) dan harga penjualan di dalam negeri (DPO) melanggar batas harga yang ditetapkan pemerintah dengan menjual minyak goreng di atas DPO yang seharusnya Rp 10.300.

Ketut juga menyampaikan, akibat diterbitkannya persetujuan ekspor yang bertentangan dengan hukum menyebabkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dalam kurun waktu 1 Februari sampai 20 Maret 2022.

Selain itu, diduga ada gratifikasi dalam pemberian izin ekspor minyak goreng. Disinyalir adanya gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan persetujuan ekspor (PE). Penyelidikan kasus ini dilakukan sejak 14 Maret 2022 dan Kejagung telah memeriksa ada 14 saksi dan sejumlah dokumen.